
23 May Penyelesaian Tindak Pidana Zina Oleh Kerapatan Adat Nagari di Nagari Sialang Kecamatan Kapur IX Kabupaten Lima Puluh Kota
Masing– masing daerah memiliki hukum adat yang berbeda– beda, dimana hal
tersebut merupakan kebiasaan yang hidup dalam masyarakat tertentu sehingga menciptakan
kaidah atau norma baik itu tertulis maupun tidak tertulis yang memberikan ciri dan identitas
diri pada masyarakat tersebut. Salah satu daerah yang masih sangat kental hukum adatnya dan
memiliki keunikan dalam penyelesaian suatu tindak pidana khususnya tindak pidana
perzinahan yaitu Nagari Sialang. Masyarakat adat Nagari Sialang memiliki aturan adat yang
berpayungkan kepada hukum adat dan hukum agama selayaknya semboyan “adat basandi
syarak, syarak basandi kitabullah”.
Undang– Undang Nan Duo Puluah merupakan sistem hukum adat Minangkabau yang
mengatur berbagai bentuk kejahatan, sanksi, bukti, dan cara pembuktiannya. Undang– Undang
ini didasarkan pada filosofi “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”. UU ini dibagi
menjadi dua bagian utama, yaitu UU Nan Salapan dan UU Nan Duobaleh. UU Nan Salapan
mengatur tentang macam-macam kesalahan atau kejahatan yang dapat dikenai sanksi adat.
Sedangkan UU Nan Duobaleh mengatur tentang cara pembuktian kejahatan dan sanksi yang
akan dijatuhkan. Menurut hukum pidana adat di Minangkabau, proses penyelesaian perkara
perzinahan terdapat dalam Undang– Undang Nan Duo Puluah. Terkait tindak pidana
perzinahan terdapat dalam salah satu pasal di dalam Undang– Undang Nan Salapan yang
dikenal dengan “ Sumbang Salah”. Salah ialah zina, Sumbang ialah perbuatan yang tidak pada
tempatnya atau bersalah menurut pandangan orang banyak.
Ketentuan tentang delik perzinahan dalam KUHP berbeda dengan ketentuan delik
perzinahan dalam hukum pidana adat di Minangkabau, khususnya yaitu Nagari
Sialang,Kecamatan Kapur IX, Kabupaten Lima Puluh Kota. Delik perzinahan dalam adat
Nagari Sialang, sama dengan delik yang dirumuskan oleh Agama Islam yaitu hubungan seksual
antara wanita dan pria yang tidak ada ikatan perkawinan yang sah yang dilakukan secara
sengaja. Pelanggaran terhadap delik zina yang ada di Undang– Undang Nan Duo Puluah,
memiliki sanksi yang berbeda di setiap daerah di Minangkabau. Secara umum pemberian
sanksi terhadap pelaku perbuatan zina berupa denda bahkan dibuang secara adat. Namun di
salah satu daerah di Minangkabau tepatnya di Nagari Sialang, Kecamatan Kapur IX, memiliki
keunikan penjatuhan sanksi bagi pelaku yang melakukan perbuatan zina yaitu dengan cara di
doro (didera / dicambuk). Sanksi ini didasari oleh surah An- Nur ayat 2. Penjatuhan sanksi ini
berlaku dalam Adat Salingka Nagari di Nagari Sialang, yang mengatakan ”adat basandi syarak
sarak basandi kitabullah yaitu sarak mangato, adat mamakai, pemerintah manguaikkan”.
Sanksi ini diakumulasikan dengan sanksi denda. Maka Jika seseorang melakukan perbuatan
zina akan dikenakan sanksi akumulatif yaitu sanksi doro (dera/dicambuk) untuk membayar
hutang agama dan sanksi denda untuk membayar hutang adat.
Dalam proses penyelesaian tindak pidana perzinahan di Nagari Sialang, baik yang
dilakukan oleh pelaku perzinahan yang salah satunya telah terikat hubungan perkawinan
maupun yang belum terikat hubungan perkawinan memiliki prosedur penyelesaian yang sama.
Hanya saja terdapat perbedaan dalam status perkawinan. Jika yang belum terikat hubungan
perkawinan melakukan zina maka harus dinikahkan, namun jika salah satunya telah terikat
hubungan perkawinan maka tidak nikahkan dan keputusannya dikembalikan kepada suami/istri
yang bersangkutan. Di dalam hukum positif sanksi dijatuhkan kepada suami/istri yang yang
melakukan perzinahan bersama dengan lawan zinanya sesuai dengan pasal 284 KUHP. Aduan
yang diajukan oleh suami/istri bisa saja dicabut kembali oleh pihak yang mengajukan.
Dalam penyelesaian suatu tindak pidana di Nagari merupakan kewenangan Lembaga
permusyawaratan tertinggi dalam penyelenggaraan Pemerintahan Nagari di Sumatera Barat
yakni Kerapatan Adat Nagari (KAN), hal ini diakui sejak adanya Perda Prov Sumbar No. 13
Tahun 1993 tentang Nagari kemudian diubah dengan Perda Prov Sumbar No. 7 Tahun 2018.
Maka penyelesaian pekara apapun yang terjadi di dalam masyarakat adat Nagari Sialang akan
diselesaikan oleh Kerapatan Adat Nagari (KAN) Nagari Sialang.
Adapun alur penyelesaian tindak pidana perzinahan di Nagari Sialang diawali dengan
Proses proses penyelesaian tindak pidana perzinahan di Nagari Sialang diawali dengan adanya
aduan atau laporan ke Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sialang atas adanya tindak pidana
perzinahan . Kemudian dilakukan peninjauan oleh malin kampung bersama mamak suku
pelaku dengan mendatangi pelaku yang diduga melakukan perbuatan zina dengan menanyakan
mengenai aduan yang telah diterima. Jika benar yang dicurigai telah melakukan perbuatan zina
maka malin kampung dan mamak suku akan mengajukan permasalahan ini kembali kepada
Kerapatan Adat Nagari (KAN) dengan menyerahkan sebuah keris yang menandakan bahwa
suku tersebut mempunyai hutang yang harus dibayarnya nanti. Keris tersebut disimpan oleh
Kerapatan Adat Nagarai (KAN) Sialang sampai hutang telah dilunasi. Hutang tersebut berupa
hutang syara’ (agama) yang biasa disebut juga dengan sanksi syara’ (agama) yang terlebih dahulu dilaksanakan dan selajutnya yaitu hutang adat yang biasa disebut juga dengan sanksi
adat. Setelah penyerahan keris tadi barulah dilakukan pelaksanaan sanksi syara’ dan sanksi adat
ini.
Adapun tata cara pelaksanaan sanksi syara’ ( agama) dan sanksi adat bagi pelaku tindak
pidana zina yaitu :
Sanksi Syara
Sanksi syara’ sendiri yaitu sanksi yang berlandasan kepada alquran, sanksi syara’ menjadi
landasan utama dengan diterapkannya sanksi bagi pelaku zina dan hamil diluar nikah, setelah
dilaksanakannya perkawinan. Sebagaimana yang terdapat dalam Q.s an.Nur Ayat 2 yang
artinya :Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing masing dari keduanya serratuskali dan janganlah rasa balas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk(melaksanakan) agama (hukum) Allah jika kamu beriman kepada Allah dan harikemudian. Hendaklah (pelaksanaan) hukuman atas mereka disaksikan oleh orangorang mukmin. (QS. an-Nur ayat 2).
Makadari landasan ayat di atas menjadi alasan Kerapatan Adat Nagari (KAN) Sialang,
pemerintahan Nagari Sialang, dan masyarakat Nagari Sialang menerapkan hukam doro
(cambuk) bagi pelaku zina Tradisi doro di Nagari Sialang sudah ada dari semenjak agama Islam
masuk ke Nagari Sialang dan sudah dilaksanakan kurang lebih 70 tahun sampai pada saat
sekarang ini.Prosedur pelaksanaan sanksi doro ini ada 3 tahap yaitu :
a. Tahap persiapanTahap persiapan ini merupakan tahap yang pertama sekali dilakukan sebelum proses pelaksanaan doro dilakukan. Pada tahap persiapan ini terdiri dari 3 tahapan,yaitu:1) Penyiapan syarat doro dari ninik mamak kepala suku2) Penetapan jadwal doro3) Pemberitahuan Pelaksanaan doro kepada Masyarakatb. Tahapan Pelaksana