27 Jan DASAR HUKUM CESSIE & PENJELASANNYA
Apa itu Cessie?
Cessie adalah istilah yang diciptakan oleh doktrin, untuk menunjuk kepada tindakan penyerahan tagihan atas nama, sebagaimana diatur oleh Pasal 613 KUH Perdata. Penyerahannya dilakukan dengan membuat akta yang disebut dengan akta cessie.
Adapun bunyi Pasal 613 KUH Perdata sendiri adalah sebagai berikut:
“Penyerahan piutang-piutang atas nama dan barang-barang lain yang tidak bertubuh, dilakukan dengan jalan membuat akta otentik atau di bawah tangan yang melimpahkan hak-hak atas barang-barang itu kepada orang lain.”
Penyerahan ini tidak ada akibatnya bagi yang berutang sebelum penyerahan itu diberitahukan kepadanya atau disetujuinya secara tertulis atau diakuinya. Penyerahan surat-surat utang atas tunjuk dilakukan dengan memberikannya; penyerahan surat utang atas perintah dilakukan dengan memberikannya bersama endosemen surat itu.
Menurut R. Subekti sebagaimana dikutip oleh Puteri Nataliasari, cessie adalah suatu cara pemindahan piutang atas nama di mana piutang itu dijual oleh kreditur lama kepada orang yang nantinya menjadi kreditur baru, namun hubungan hukum utang piutang tersebut tidak hapus sedetikpun, tetapi dalam keseluruhannya dipindahkan kepada kreditur baru.
Perlu dipahami, yang dimaksud dengan ‘tagihan atas nama’ adalah tagihan yang krediturnya tertentu dan diketahui dengan baik oleh debitur. Hal ini berbeda dengan tagihan atas tunjuk (aan toonder) yang merupakan tagihan-tagihan yang krediturnya (sengaja dibuat, demi untuk memudahkan pengalihannya) tidak tertentu.
Selain itu, yang disebut dengan tagihan, tidak selalu harus berupa tagihan atas sejumlah uang. Yang dimaksud dengan tagihan di sini adalah tagihan atas prestasi, yang merupakan benda tak berwujud. Jadi, apabila dikatakan cessie merupakan penyerahan tagihan atas nama, tidak berarti harus berupa tagihan sejumlah uang, meskipun biasanya memang mengenai sejumlah uang. Jadi, yang dimaksud dengan tagihan atas nama adalah tagihan atas prestasi perikatan, di mana krediturnya adalah tertentu (diketahui oleh debiturnya).
Perlu diingat pula bahwa ada tagihan-tagihan tertentu yang tidak bisa dijadikan objek cessie, yaitu yang oleh undang-undang dinyatakan tidak bisa dipindahkan (Pasal 1602g KUH Perdata), yang karena sifatnya tidak bisa dialihkan (hak alimentasi dan hak pensiun) dan tagihan yang bersifat sangat pribadi, sangat melekat pada pribadi debiturnya.
Pihak-pihak dalam Cessie
Dalam cessie, setidaknya ada 3 pihak yang terlibat yaitu:
1. Pihak yang menyerahkan tagihan atas nama (kreditur asal), yang disebut cedent;
2. Pihak yang menerima penyerahan (kreditur baru), yang disebut cessionaris; dan
3. Pihak yang punya utang (debitur), yang disebut cessus.
Cara Melakukan Cessie
Berdasarkan Pasal 613 KUH Perdata, cessie bisa dilaksanakan tanpa sepengetahuan dan persetujuan dari debitur. Cessie cukup dilaksanakan oleh kreditur asal dan kreditur baru, dan cessie sudah selesai dengan ditanda-tanganinya akta cessie. Artinya hak milik atas tagihan atas nama diserahkan sudah pindah kepemilikannya dari kreditur asal kepada kreditur baru.
Akan tetapi, sebagaimana yang dijelaskan juga dalam Pasal 613 KUH Perdata, agar perjanjian pengalihan piutang yang dibuat oleh kreditur asal dengan kreditur baru mempunyai akibat hukum kepada debitur, maka mengenai telah dilakukannya pengalihan piutang tersebut harus diberitahukan kepada debitur atau secara tertulis disetujui atau diakui oleh debitur yang bersangkutan.
Cessie Bank
Pengalihan piutang dengan cessie dapat terjadi di dunia perbankan. Penyaluran fasilitas kredit yang dirasa tidak efektif atau kebijakan internal bank untuk melakukan restruksturisasi di dalam kegiatan perkreditannya merupakan beberapa di antara alasan-alasan yang dapat menjadi dasar pertimbangan bank untuk mengalihkan piutangnya dengan jalan menjual piutang kreditnya itu kepada pihak ketiga.
Dalam hal ini, bank selaku kreditur baru mempunyai hak tagih atas utang debitur, yang mana hal ini merupakan hak dari bank tersebut. Hanya saja, jika hak tagih tersebut tidak digunakan oleh bank maka bank selaku kreditur baru akan mengalami kerugian secara komerisal, apalagi jika didahului dengan cara pembelian oleh bank dari kreditur lama/asal.
Di sisi lain, kewajiban hukum debitur untuk memenuhi tagihan kepada bank tetap ada meskipun bank tidak menagih berdasarkan akta cessie. Singkatnya, sepanjang debitur membayar utangnya ke bank, maka ia akan terbebas dari utangnya.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Penulis :
Yakobus Felndity, S.H.
Sumber/ Referensi :
– Hukum Online;
– Saufa Ata Taqiyya, S.H.;
– R. Soesilo;
– Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
– KBBI.
No Comments