23 Jul Cara menghitung BPHTB berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
“Rumus Hitung BPHTB dan Pihak yang Menanggungnya”
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) adalah pajak yang dikenakan atas perolehan tanah dan/atau bangunan yang termasuk perbuatan atau peristiwa hukum orang pribadi atau badan.
Perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan ini bisa diartikan terdapat nilai lebih atas tambahan atau perolehan hak tersebut, di mana tidak semua orang mempunyai kemampuan lebih untuk mendapatkan tanah dan/atau bangunan.
Sebagai informasi tambahan, Surat Tagihan BPHTB merupakan surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
Kemudian, dasar pengenaan BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek Pajak, yaitu jika jual beli maka didasarkan dari harga transaksi. Tapi, jika nilainya lebih rendah dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), maka yang dikenakan adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan, dengan hitungan sebagai berikut:
NJOP : (NJOP Bumi = luas tanah x nilai tanah) + (NJOP Bangunan = luas bangunan x nilai bangunan)
Adapun besaran NJOP ditentukan berdasarkan 3 aspek yaitu :
“Perbandingan Harga Objek”
Nilai NJOP berdasarkan perbandingan dengan objek properti lainnya yang sejenis dan letaknya yang tidak berjauhan dan telah diketahui harga jualnya.
“Nilai Perolehan Baru”
Penentuan NJOP yang didasarkan nilai perolehan baru yang perhitungan biaya untuk mendapatkan properti yang dibeli dan dikurangi dengan penyusutan berdasarkan kondisi fisik properti yang dibeli.
“Nilai Jual Pengganti”
Metode penentuan nilai pajak berdasarkan hasil produksi objek pajak.
Sedangkan besarnya pokok pajak BPHTB yang terutang dihitung dengan :
BPHTB: Tarif x (NJOP – Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
NPOPTKP merupakan nilai pengurangan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebelum dikenakan tarif BPHTB, di mana besarnya NPOPTKP ditetapkan dengan peraturan daerah masing-masing.
Jadi perlu kami luruskan, BPHTB merupakan pungutan yang ditanggung pembeli, sedangkan pungutan yang ditanggung penjual adalah Pajak Penghasilan (PPh). Oleh karena itu, pihak penjual dan pembeli sama-sama memiliki tanggung jawab untuk membayar pajak.
“Kesimpulan”
Dikarenakan yang menanggung BPHTB adalah tetap si pembeli, kami berpendapat sebelumnya tetap harus melakukan validasi BPHTB sebelum terbitnya akta jual beli kepada kantor pendapatan daerah setempat.
Sebagai contoh, melalui laman Bapenda Jakarta menjelaskan BPHTB merupakan salah satu jenis pajak yang diselenggarakan pemungutannya oleh badan pendapatan daerah. Kemudian Bapenda Jakarta juga mencantumkan tahapan alur e-BPHTB yang pembayarannya dapat dilakukan secara online.
Pada dasarnya pembeli yang menanggung BPHTB, maka NJOP tahun berapa pun saat beralih kepemilikan antara penjual ke pembeli, maka yang harus menanggung adalah pembeli.
Demikian, semoga bermanfaat.
Oleh: Lany Kusumawati, S.H., M.H.
Dasar Hukum:
- Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
- Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Referensi:
- Bapenda Jakarta, diakses pada 28 Juni 2021 pukul 16.00 WIB;
- Hukum Online