WARNING!!! Hukuman Mati Bagi Pelaku Korupsi Uang Bencana

Ditengah pandemi covid-19 (corona virus) pemerintah berjibaku tuk mengamankan seluruh sektor yang ada.
Mulai dari ekonomi, politik, sosial & kegamaan.
Pemerintah terus menggenjot win win solution bagi masyarakat guna terhindar dari kerusuhan sosial.
Salah saru bentuk kebijakan pemerintah dalam menghadapi pandemi ini, ialah mengeluarkan dana bantuan langsung tunai terhadap masyarakat kelas bawah.

Presiden menyetujui untuk memberikan bantuan langsung tunai atau disingkat BLT selama tiga bulan, dengan indeks Rp600.000,- per keluarga.
BLT ini akan diberikan kepada seluruh keluarga yang tercatat dalam data terpadu Kemensos. Namun syaratnya, keluarga tersebut belum menerima bansos lain, seperti Program Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Nontunai, ataupun Kartu Pra-Kerja.

BLT tersebut sudah direalisasikan per minggu ini.
Namun didalam praktik nya, masih saja banyak tangan-tangan kotor yang jahil alias banyak yang memotong anggaran tersebut oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Perbuatan-perbuatan terkutuk semacam itu memang belum lepas dari negeri ini, ini PR untuk bangsa ini.

Secara hukum, pelaku-pelaku tersebut bisa dihukum berat termasuk hukuman mati.
Hal itu bisa kita lihat di Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, menyebutkan:

“(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar.
(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”

Hukuman mati tersebut hanya dapat diterapkan dalam keadaan tertentu. Syarat tersebut dituangkan dalam penjelasan pasal 2 ayat 2.

“Yang dimaksud dengan ‘keadaan tertentu’ dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.” demikian bunyi penjelasan tersebut.

Negara harus bisa tegas untuk menyikapi persoalan ini. Karena lebih baik melenyapkan pelaku korupsi daripada harus melihat warga negara nya mati kelaparan akibat hak nya di potong oleh pelaku koruptor.

Oleh: Rd. Anggi Triana Ismail, S.H.

Admin/Uploader: Rudi Mulyana, S.H.

Sembilan Bintang
info@sembilanbintang.co.id

Kantor Hukum Profesional, bergerak dalam lingkup nasional.

No Comments

Post A Comment