PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEKERJA DENGAN HUBUNGAN KERJA PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) TERHADAP PEMBERIAN UANG KOMPENSASI

 OLEH : FIRA NURUL JANNATI, S.H.

 Sudah sepatutnya, negara memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya sebagai sesuatu yang mutlak dilakukan. Perlindungan hukum ini tentu beragam macamnya. Salah satunya adalah perlindungan hukum dalam sisi ketenagakerjaan. Menelusuri arti perlindungan hukum sendiri, menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum[1] yang mana jika diimplementasikan di dalam hukum ketenagakerjaan, perlindungan hukum dalam dunia ini ditandai dengan adanya peraturan tekait dan mengatur Ketenagakerjaan. Hukum ketenagakerjaan di Indonesia sendiri lahir di Indonesia ditandai dengan adanya sejarah hubungan kerja pada zaman Belanda yang dikenal dengan adanya kerja paksa untuk membuat jalan dari Anyer sampai Banyuwangi yang diciptakan oleh Gubenur Jenderal H.W Daendles (1807-1811). Pada masa ini hubungan kerja diwarrnai oleh berlakunya sistem perbudakan, yang di mana seseorang melakukan suatu pekerjaan di bawah perintah pemilik budak. Melihat wajah hitam sistem kerja yang berlangsung semasa penajajahan Belanda dan Jepang, mendorong pemerintah Indonesia yang sejalan dengan tujuan proklamasi mulai berusaha memperbaiki kondisi ketenagakerjaan agar sesuai dengan harkat dan martabakat manusia[2] dengan berpedoman pada tujuan didirikannya negara ini, untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia serta memajukan kesejahteraan umum. Hal ini juga sesuai dengan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-undang Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang menyatakan bahwa, “Setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.” Memang pada dasarnya secara hukum sendiri, perlindungan terhadap hak – hak buruh telah dijamin dan diatur di dalam peraturan perundang – undangan, mulai dari tingkat konstitusi, undang – undang,   dan   peraturan   pelaksanaan.[3] Berdasarkan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa pembangunan ketenagakerjaan berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Selanjutnya, dalam penjelasan pasal tersebut ditegaskan bahwa pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya. Oleh sebab itu, pembangunan ketenagakerjaan dilaksanakan untuk mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil, makmur, dan merata,baik materil maupun spiritual.[4] Sedangkan tujuan hukum ketenagakerjaan, yakni:

  1. Untuk mencapai atau melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan.
  2. Untuk melindungi tenaga kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha.

Salah satu unsur penting dalam mewujudkan tujuan atas pembangunan hukum ketenagakerjaan adalah mengenai pemenuhan terkait hak-hak pekerja dalam suatu hubungan kerja. Menurut Pasal 1 ayat (1) dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, hubungan kerja adalah hubungan antara Pengusaha dengan Pekerja/Buruh berdasarkan Perjanjian Kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah atau lebih dapat dijabarkan sebagai  suatu perikatan kerja yang bersumber dari undang -undang. Hal ini berarti ketentuan perjanjian kerja  bersifat  memaksa  artinya  ketentuan  perjanjian  kerja  dalam hukum ketenagakerjaan tersebut wajib ditaati dan dipatuhi.[5] Hubungan kerja inilah yang pada akhirnya melahirkan perjanjian antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.[6] Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, hubungan kerja sendiri dibedakan menjadi Perjanjian Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu[7] atau yang biasa dikenal dengan PKWT dan Perjanjian Kerja antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha untuk mengadakan Hubungan Kerja yang bersifat tetap[8] atau biasa yang dikenal dengan PKWTT.

Adapun semenjak Undang-undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja beserta turun salah satunya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, melahirkan aturan-aturan baru yang salah satunya adalah pemberian kompensasi yang tidak diatur dalam Undang-undang sebelumnya, yakni Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.Uang kompensasi ini juga kadang disebut sebagai “pesangonnya” pekerja kontrak. Walaupun besarannya tergolong tidak sebesar pekerja tetap, namun uang kompensasi ini tetap dapat menjadi salah satu apresiasi pagi pekerja kontrak. Dalam prakteknya uang kompensasi ini masih belum maksimal diterapkan karena banyak pemberi kerja yang mempekerjakan pekerja kontrak sebenernya memiliki maksud dapat mempekerjakan pekerja dengan jumalah banyak namun dengan biaya yang tidak sebesar pekerja tetap yang mengharuskan pembayaran pesangon di akhir perjanjian kerjanya.[9] Apabila diperhatikan dengan seksama, mengenai uang kompensasi banyak permasalahan yang terjadi. Salah satunya tidak ada kemauan perusahaan untuk menerapkan uang kompensasi dengan alasan tidak kemampuan. Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk menngkaji permasalahan tersebut di dalam penulisan ini sebagai berikut::

  1. Bagaimana ketentuan dalam pemberian uang kompensasi bagi Pekerja dengan hubungan kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)?
  2. Sanksi apa yang dapat diberikan apabila Pengusaha tidak membayarkan uang kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku?

Adapun hasil kajian atas permasalahan tersebut ialah:

  1. Ketentuan dalam Pemberian Uang Kompensasi Bagi Pekerja dengan Hubungan Kerja Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

Menurut Simamora, Kompensasi adalah apa yang diterima oleh karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi[10] yang merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai penukar dari kontribusi jasa mereka pada perusahaan (Sjafri Mangkuprawira). Pada sebagaian perusahaan, kompenasai diberikan sebagai sarana untuk meningkatkan efektivitas kerja dari Pekerjanya untuk menghasilkan prestasi kerja yang baik.

Yani (2012) menjelaskan kompensasi dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu :

  1. Kompensasi dalam bentuk finansial Kompensasi finansial dibagi menjadi dua bagian, yaitu kompensasi finansial yang dibayarkan secara langsung seperti gaji, upah, komisi dan bonus. Kompensasi finansial tidak langsung yaitu tunjangan.
  2. Kompensasi dalam bentuk non finansial Kompensasi non finansial dibagi menjadi dua bagian yang berhubungan dengan pekerjaan dan yang berhubungan dengan lingkungan kerja. Kompensasi yang berhubungan dengan pekerjaan misalnya kebijakan perusahaan yang sehat, pekerjaan sesuai (menarik).

Jika melihat di dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, uang kompensasi yang dimaksud adalah uang yang diberikan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja paling sedikit 1 (satu) bulan secara terus menerus.[11] yang diberikannya pada saat hubungan kerja Perjanjian Waktu Kerja Tertentu (PKWT) berakhir. Adapun tata cara pemberian uang kompenasasi terbagi dapat disimpulkan menjadi 3 (yaitu) yaitu:

  1. Apabila PKWT diperpanjang, uang kompensasi diberikan saat selesainya jangka waktu PKWT sebelum perpanjangan
  2. Terhadap jangka waktu perpanjangan PKWT, uang kompensasi berikutnya diberikan setelah perpanjangan jangka waktu PKWT berakhir atau selesai.[12]
  3. Apabila PKWT berdasarkan selesainya suatu pekerjaan lebih cepat penyelesaiannya dari lamanya waktu yang diperjanjikan dalam PKWT maka uang kompensasi dihitung sampai dengan saat selesainya pekerjaan.[13]

Namun, pemberian uang kompensasi tidak berlaku bagi tenaga kerja asing yang dipekerjakan oleh pemberi kerja dalam Hubungan Kerja berdasarkan PKWT[14]. Perhitungan uang kompensasi diberikan sesudai dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. PKWT selama 12 (dua belas) bulan secara terus menerus, diberikan sebesar 1 (satu) bulan Upah;
  2. PKWT selama 1 (satu) bulan atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) bulan, dihitung secara proporsional dengan perhitungan : masa kerja x 1 (satu) bulan Upah;
  3. PKWT selama lebih dari 12 (dua belas) bulan, dihitung secara proporsional dengan perhitungan: masa keria x 1 (satu) bulan Upah. [15]

Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan pembayaran uang kompensasi terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap[16]. Namun terdapat pengecualian, jika Perusahaan tidak menggunakan komponen Upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan pembayaran uang kompensasi yaitu Upah tanpa tunjangan[17] sedangkan jika Perusahaan Upah di perusahaan terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tidak tetap maka dasar perhitungan uang kompensasi yaitu Upah pokok.[18]

  1. Sanksi apa yang dapat diberikan apabila Pengusaha tidak membayarkan uang kompensasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku

Pemberian atas uang kompensasi bersifat wajib. Apabila Pihak Perusahaan tidak mematuhi kebijakan ini, maka menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja Perusahaan dapat dikenakan sanksi, yakni sanksi administratif secara bertahap berupa:

  1. teguran tertulis merupakan peringatan tertulis atas pelanggaran yang dilakukan oleh Pengusaha[19].
  2. pembatasan kegiatan usaha;
  3. pembatasan kapasitas produksi barang dan/atau jasa dalam waktu tertentu; dan/atau
  4. penundaan pemberian izin usaha di salah satu atau beberapa lokasi bagi Perusahaan yang memiliki proyek di beberapa lokasi.[20]
  5. penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi berupa tindakan tidak menjalankan sebagian atau seluruh alat produksi barang dan/atau jasa dalam waktu tertentu, [21] dan
  6. pembekuan kegiatan usaha[22] berupa tindakan menghentikan seluruh proses produksi barang dan/atau jasa di Perusahaan dalam waktu tertentu[23]

Sanksi administratif sendiri memang dapat, sanksi diterapkan baik melalui jalur pengadilan maupun jalur non pengadilan, yakni oleh pejabat administrasi. Sanksi administratif yang dituangkan dalam peraturan perundang-undangan kebanyakan terkait dengan masalah perizinan dan dilaksanakan oleh pejabat (badan) administrasi yang berwenang mengeluarkan perizinan tersebut. Sanksi administratif yang dijatuhkan oleh pejabat administrasi sering dikaitkan dengan pelanggaran terhadap persyaratan perizinan.[24] Sedangkan, apabila Pengusaha tidak membayarkan uang kompensasi maka, kewenangan yang dapat memberikan sanksi administratif adalah Menteri, menteri terkait, gubernur, bupati/walikota, atau pejabat yang ditunjuk. Pemberian sanksi ini tidak diberikan secara sewenang-wenang melainkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan yang berasal dari pengaduan; dan/atau tindak lanjut hasil pengawasan ketenagakerjaan.[25]

Kesimpulan hasil pernelitian ini ialah, sudah sepatutnya, negara memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya sebagai sesuatu yang mutlak dilakukan. Perlindungan hukum ini tentu beragam macamnya. Salah satunya adalah perlindungan hukum dalam sisi ketenagakerjaan. Lahirnya ketentuan uang kompensasi merupakan implementasi negara memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga negaranya sebagai sesuatu yang mutlak dilakukan. Perlindungan hukum ini tentu beragam macamnya. Salah satunya adalah perlindungan hukum dalam sisi ketenagakerjaan, dengan lahirnya ketentuan pembayaran uang kompensasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja dan turunannya Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2021 Tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja yang merupakan bukti jika negara memerhatikan hal tersebut. Uang kompensasi ini berupa upah, dengan komponen gaji pokok atau diakumulasi dengan tunjangan tetap, tergantung dengan acuan upah pada pemberi kerja yang wajib diberikan di akhir hubungan kerja Perjanjian Waktu Kerja Tertentu (PKWT) Pekerja atau dapat diberikan sesuai dengan jangka waktu hubungan kerja Perjanjian Waktu Kerja Tertentu (PKWT) berakhir yang telah dijalankan jika hubungan kerja Perjanjian Waktu Kerja Tertentu (PKWT) berakhir sebelum waktunya.

DAFTAR PUSTAKA

Fahrojih, Ikhwan. Hukum  Perburuhan  Konsepsi,  Sejarah,  dan  Jaminan  Konstitusional. Malang: Setara Press. 2016.

Hadjon, Philipus M. Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Indonesia. Surabaya: Bina Ilmu, 1983.

Harahap, Arifuddin Muda. Pengantar Hukum Ketenagakerjaan. Medan: Literasi Nusantara, 2020.

Hardjoprajitno, Purbadi, dkk. Sejarah Hukum Ketenakerjaan dan Ratifikasi Konvensi ILO.

Rahardjo, Satipto. Ilmu Hukum. Bandung: PT. Cipta Aditya Bakti. 2000.

Rusli, Hardijan. Hukum Ketenagakerjaan. Jakarta: Ghazali Indonesia. 2003.

Saptomo, Ade dkk. Buku Pedoman Bimbingan dan Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Pancasila, 2018.

Suggono, Bambang. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997.

Soekanto, Soerdjono dan Sri Mamuji. Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: Rajawali Pers, 2003.

Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: SIE YKPN, 2004.

Setiadi, Wicipto. Sanksi Administratif Sebagai Salah Satu Instrumen Penegakan Hukum Dalam Peraturan Perundang-undangan.

 Peraturan Heteronom

——. Peraturan  Pemerintah  Republik  Indonesia  tentang Perjanjian Kerja Waktu  Tertentu,  Alih  Daya,  Waktu  Kerja  dan  Waktu  Istirahat,  dan Pemutusan  Hubungan  Kerja.  Peraturan  Pemerintah  Nomor  35  Tahun 2021  (Lembaran  Negara  Republik Indonesia  Tahun  2021  Nomor  45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6647)

 

[1] Satjipto Rahardjo, 2000, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm.54.

[2] Purbadi Hardjoprajitno, S.H., M.Hum, dkk, Sejarah Hukum Ketenakerjaan dan Ratifikasi Konvensi ILO, hlm 1.9.

[3] Ikhwan  Fahrojih,  Hukum  Perburuhan  Konsepsi,  Sejarah,  dan  Jaminan  Konstitusional,  (Malang: Setara Press, 2016), hlm. 29.

[4] Dr. Arifuddin Muda Harahap, M.Hum, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, (Medan, Literasi Nusantara, 2020), hlm. 18

[5] Hardijan Rusli, Hukum Ketenagakerjaan 2003, (Jakarta: Ghazali Indonesia, 2004), hlm. 70.

[6] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 1 Butir 9.

[7] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 1 Butir 10.

[8] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 1 Butir 11

[9] Louvita Achmad S., Dhoni Marten, Mardi Chandra, Kebijakan Uang Kompensasi Pada Pekerja Dengan Hubungan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), (Jakarta: Universitas Jayabaya Jakarta), hlm. 1618.

[10] Henry Simamora, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: SIE YKPN, 2004), hlm 245

[11] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 15 Ayat 3.

[12] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 15 Ayat 4.

[13] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 16 Ayat 5.

[14] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 15 Ayat 5.

[15] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 15 Ayat 1.

[16] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 15 Ayat 2.

[17] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 16 Ayat 3.

[18] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 16 Ayat 4.

[19] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 16 Ayat 3.

[20] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 61 Ayat 1 juncto Pasal 61 Ayat 4.

[21] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 61 Ayat 1 juncto Pasal 61 Ayat 5.

[22] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 61 Ayat 1 juncto Pasal 61 Ayat 2.

[23] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 61 Ayat 1 juncto Pasal 61 Ayat 6.

[24] Wicipto Setiadi, Sanksi Administratif Sebagai Salah Satu Instrumen Penegakan Hukum Dalam Peraturan Perundang-undangan, hlm. 606

[25] Indonesia (a), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan Kerja, PP No 35 Tahun 2021, Pasal 61 Ayat 1 juncto Pasal 61 Ayat 2.

Sembilan Bintang
info@sembilanbintang.co.id

Kantor Hukum Profesional, bergerak dalam lingkup nasional.

No Comments

Post A Comment